PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS DAN FAKTOR-FAKTOR DI DALAMNYA
I. ARTI KEPUTUSAN ETIS
Keputusan etis adalah keputusan tentang apa yang benar dan apa yang
salah. Karenanya, ia adalah keputusan yang sering sulit dan rumit.
Sementara sikap dan keputusan etis mau tidak mau harus dilakukan, dan
tidak bisa dihindari. Karena ia bagian hidup manusia.
II. TIGA JALAN DALAM ETIKA KRISTEN
Secara umum pikiran, tindakan dan keputusan etis manusia dapat
diklasifikasikan dalam tiga bentuk. Pertama keputusan etis yang sangat
berorientasi pada tujuan (teleologis). Kedua keputusan etis yang sangat
memperhatikan hokum atau ketentuan-ketentuan normative (deontologist).
Ketiga keputusan etis yang mengutamakan situasi atau konteks yang ada
(etika tanggungjawab).
III. PERTIMBANGAN ETIS (1 KORINTUS 10:23-11:1)
Etika Kristen dapat mencontoh pola dalam rasul Paulus mengambil sikap
dan keputusan etis seperti pada 1 Korintus 10:23-11:1. Paulus
menyampaikan perlunya kebebasan. Namun kebebasan yang bertanggungjawab.
Bukan kebebasan yang anti hokum dan peraturan. Hukum dan peraturan
dilihat dalam semangat dan spiritnya. Sikap ini juga menghindarkan dari
sikap legalistic yang kaku yang tidak membebaskan.
IV. FAKTOR IMAN DI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS
Iman selalu mengandung kepercayaan. Beriman kepada Allah, berarti
mempercayaiNya lebih dari apapun di dunia ini. Percaya Dia mengasihi
kita, Dia dapat diandalkan, kehidupan kita menjadi berharga jika sesuai
dengan maksudNya, menyandarkan hidup kita pada Dia. Iman mengandung
kesetiaan. Jika kepercayaan lebih bersifat pasif, maka kesetiaan lebih
bersifat aktif.
Etika Kristen adalah etika yang mendasarkan pada sifat dan pekerjaan
Tuhan. Teologi Kristen berkata, bahwa dunia menuju keadilan, kebaikan,
kasih dan ketulusan, maka etika Kristen berkata kamu harus adil, harus
baik, harus mengasihi, harus tulus.
Salib Kristus menyadarkan kita pada dosa masyarakat, kolektif, dan
struktural. Kita didorong untuk melakukan karya-karya demi terciptanya
masyarakat, dan struktur yang baik. Kebangkitan Kristus menyatakan bahwa
dunia berada dalam zaman baru. Dalam zaman baru ini kita mengikuti
jalan Allah yang penuh resiko.
V. FAKTOR TABIAT DI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS
Keputusan etis manusia juga sangat dipengaruhi oleh faktor dalam batin
kita seperti prasangka, hati nurani, motivasi yang adalah bagian dari
tabiat kita.
Tabiat adalah susunan batin. Pemberi arah pada keinginan, kesukaan dan
perbuatan orang. Susunan batin ini dibentuk oleh interaksi (hubungan)
dengan lingkungan sosial sekitar dan Allah. Tabiat mengandung hati
nurani, pengetahuan apa yang baik dan buruk. Tabiat mengandung
kecenderungan dan motivasi untuk berbuat selaras dengan batin kita.
Tabiat bukan sekedar pengertian mental. Tabiat bersifat berkembang dan
dinamis dan dapat dibentuk.
Tabiat tidak sama dengan watak. Watak ada dalam diri manusia secara
alamiah waktu lahir. Bersifat tetap. Watak adalah “bahan mentah” dari
tabiat kita. Kita bertanggungjawab mengolahnya. Tabiat adalh bagian dari
kepribadian. Tabiat hampir mirip dengan budi pekerti, namun budi
pekerti selalu positif, sedangkan tabiat dapat negatif dan positif.
VI. FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS.
Ada hubungan timbal balik, pengaruh saling mempengaruhi antara kita
dengan lingkungan sosial. Di antara hal saling mempengaruhi antara kita
dengan lingkungan adalah tabiat (susunan batin manusia, yang memberikan
arahan bagaimana ia bertindak), meskipun tabiat kita berdiri sendiri
dalam diri kita.
Perlunya tabiat yang kuat dalam masyarakat modern. Dalam masyarakat
modern, lingkungan sosial banyak kehilangan kekuasaan sebagai patokan
etis walaupun masih memegang peranan. Ini tampak di masyarakat
perkotaan, atau negara yang di mana orang mentingkan kebebasan
individual. Masyarakat modern punya kebebasan yang lebih besar daripada
masyarakat tradisional. Dalam situasi ini, adalah bahaya jika orang
menyerahkan kebebasannya dalam modernitas yang tidak bebas nilai. Juga
berbahaya jika menggantikan pertimbagan-pertimbangan budaya dan tradisi
dengan diletakkan di bawah kekuasaan massa.
Dalam Sejarah gereja diperlihatkan, bahwa orang Kristen tidak pernah
sendirian dalam menghadapi masalah etisnya. Tindakan-tindakan etis orang
Kristen selalu dalam konteks persekutuan dengan saudara-saudara
seimannya. Lingkungan sosial sangat kuat sekali pengaruhnya. Maka kita
perlu menjadikan gereja sebagai persekutuan yang sedemikian rupa yang
melindungi warganya dari pegaruh buruk lingkungan sosial, tanpa harus
memenjarakan.
VII. FAKTOR NORMA/HUKUM DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS.
Kasih karunia adalah dasar segala etika atau perilaku Kristen. Hukum
atau norma adalah pemberi arahan, menolong agar manusia dapat berjalan
benar dalam menjalani hidup dalam kasih karunia tersebut.
Etika sering ada dalam situasi yang spesifik, unik, yang tidak dapat
didekati dengan hukum-hukum atau norma-norma umum. Tidak akan mungkin
ada moralitas yang tanpa norma, dan tidak ada etika yang tanpa situasi
tertentu. Etika selalu menyangkut norma dan situasi. Tugas kita adalah
bagaimana menggunakan dua hal itu, tidak jatuh pada satu ektrim
tertentu.
Kasih perlu dijadikan spirit atau roh dalam melakukan hukum atau norma.
Semua tindakan kita, baik dalam hal menjalankan norma-norma, harus
berlandaskan kasih. Namun kasih memerlukan keadilan, kejujuran,
kesetiaan, penghormatan. Dengan norma-norma yang lain, kasih tidak
terjebak dalam sentimen yang sempit.
VIII. FAKTOR SITUASI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS
Situasi harus benar-benar kita kenali sehingga kita tepat dalam
menerapkan norma-norma dan nilai-nilai etis dalam situasi tertentu.
Cermat dalam melihat situasi akan menolong kita melakukan perbuatan yang
tepat dan berguna dalam situasi itu. Suatu persoalan atau masalah akan
dapat kita ketahui dengan kita melihat dan memahami situasinya.
Namun kita juga harus menyadari, bahwa kita punya keterbatasan dalam
mencermati situasi. Entah kerena pengetahuan kita atau karena factor
yang lain. Namun paling tidak ada beberapa unsur dalam situasi: tempat,
waktu, benda, orang, struktur, gagasan, kejadian dan Tuhan.
Dalam mengenali situasi kita perlu mencermati hal-hal yang dapat
mempengaruhi, yakni prasangka, kepentingan, pandangan, pengetahuan,
pengalaman, dan nilai-nilai yang kita anut. Baru kita menyelidiki,
dengan referensi-referensi yang luas, melihat secara komprehensip, dan
mendengar suara Allah, serta peka pada kebutuhan orang lain.
IX. KEPUTUSAN ETIS (Penutup).
Sumber bantuan dan kekuatan dalam pengambilan keputusan etis: doa,
ibadah, Roh Kudus, gereja, setiap orang yang memberikan kontribusi baik,
alkitab, berbagai referensi bacaan. Berbagai pertimbangan menuntun kita
melakukan tindakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar