Jumat, 25 Mei 2012

Filosofi,Makna dan Arti Lambang Burung Garuda

PEMBELAJARAN EFEKTIF


 BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
  Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir, keterampilan melakukan pekerjaan, dan perilaku. Setiap peserta didik memiliki potensi pada ketiga ranah tersebut, namun tingkatannya satu sama lain berbeda. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan perilaku amat baik, namun keterampilannya rendah. Demikian sebaliknya ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang tinggi dan perilaku amat baik. Ada pula peserta didik yang kemampuan berpikir dan keterampilannya sedang/biasa, tapi memiliki perilaku baik. Jarang sekali peserta didik yang kemampuan berpikirnya rendah, keterampilan rendah, dan perilaku kurang baik. Peserta didik seperti itu akan mengalami kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat, karena tidak memiliki potensi untuk hidup di masyarakat. Ini menunjukkan keadilan Tuhan YME, setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat. Kemampuan berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghapal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Kemampuan psikomotor, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan gerak, menggunakan otot seperti lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar dan memasang peralatan, dan sebagainya. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.
B.Tujuan
  Tujuan Pembelajaran aspek Afektif berhubungan dengan hierarki perhatian ,sikap penghargaan ,nilai,perasaan dan emosi.Secara garis besar tujuan afektif antara lain ;
1.    Penerimaan
2.    Pemberian Respons
3.    Penilaian
4.    Pengorganisasian
5.    Karakterisasi
BAB II
PEMBAHASAN


A. Hakikat Pembelajaran Afektif
Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan. Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.

   1.Penerimaan /Kepekaan
Karakteristik setiap siswa adalah berbeda-beda .Hal ini dipengaruhi garis keturunan ,loingkiungan maupun asupan gizi dan lain sebagainya ,ini tentu mempengaruhi daya konsentrasi siswa dalam menerima kepekaannya terhadap informasi-informasi pelajaran yang diberikan oleh guru.Untuk itu guru harus mampu menciptakan suatu strategi yang tepat dalam belajar siswa agar seluruh siswa dapat menangkap informasi pelajaran secara sama dan merata.
   Pembelajaran afektif adalah suatu metode belajar yang merangsang perkembangan daya pikir anak didik untuk ,mampu mencarikan solusi yang tepat.Tidak mudah mjengajak siswa pada tingkatan afektif.Sebab siswa akan mengucap kembali atas yang diterimanya dari guiru.Kepekaan siswa terus dilatih bukan langsung menyelesaikan suatu masalah namun juga mengetahui akar permasalahan.Cara berpikir siswa dapat dituntun oleh seorang guru melalui contoh.Dengan begitu apa yang diterima siswa dari gurunya dapat diimplementasikan dalam cara berpikirnya.Untuk menguatkan aspek afektif,siswa harus benar-benar paham pada aspek kognitif yang dijadikan sebagai dasar.
   Dasar-dasar penerimaan atau kepekaan dapat didukung oleh wawasan siswa yang luas.Tujuan dari penerimaan yaitu langkah awal pada aspek afektif untuk dapat dikembangkan lagi ke tahap berikutnya.Jika siswa sudah menerima materi pelajaran dengan baik ,maka ia akan tanggap dalam memberikan argument atau respon.Dikarenakan Karakteristik siswa yang berbeda,seorang guru harus mampu ,memberikan pembelajaran yang inovatif dan tidak membosankan.

   2.Pemberian Respons
Pemberian respons berada satu tingkat diatas penerimaan.Tujiuan pembelajaran aspek afektif mulai muncul pada tingkatan ini sebab,anak didik menunjukkan keaktifannya beserta kemampuan intelktual dalam pelajaran tersebut.Pemberian respons adlah suatu tanggapan yang dilakukan murid terhadap proses belajar-mengajar yang dilakukan oleh seorang guru terhadap muridnya.Semakin besar respons siswa terhadap suatu topic pembelajaran maka semakin besar pula ketertarikannya untuk belajar.
   Ada banyak hal yang dilakukan siswa dalam menunjukkan responsnya terhadap guru dalam mengajarkan topic-topik pembahasan.Antara lain dengan menyelesaikan tugas,berperan aktif dalam diskusi kelas,menjawab pertanyaan baik yang dilontarkan gurunya ataupun pertanyaan teman,memberikan usul menyetujui atau tidak setuju,mampu mengulang penjelasan guru,tanggap dalam menjawab pertanyaan dalam bentuk tulisan serta menunjukkan sikap antusiasme dalam belajar.
   Ketika siswa memberikan respons terhadap pelajaran,sepatutnya seorang guru menjaga keaktifan tersebut serta lebih menggiatkan siswa-siswanya untuk semakin aktif.Jika siswa menunjiukkan respons dengan memberikan jawaban yang salah maka guru harus tetap memberikan semangat dan bukan mencekal jawaban siswa tersebut.Jika terjadi hal demikian maka siswa tersebut selamanya akan bangga memberikan responnya.
   Kepribadian siswa tidak ada satupun yang sama.Banyak juga siswa yang malu memberikan responnya secara lisan.Untuk itu perlu penguasaan kelas yang kreatif agar suasana belajar menjadi hidup.Guru dapat memberikan pertanyaan ataupun menanyakan ketidakpahaman siswa yang pendiam.Dengan begitu pemberian respon dapat dilakukan oleh seluruh siswa.

   3.Penilaian
Tujuan pembelajaran aspek Afektif mengenai penilaian adalah suatu keterikatan dalamj proses pembelajaran untuk memberikan suatu hasil pemkiran dalam bentuk menerima,menolak ataupun tidak menghiraukan.Bentuk penilaian peserta didik ada yang pro maupun kontra.Siswa menerima pembelajaran jika ia menganggap hal tersebut belum diketahuinya sehingga timbul rasa keingintahuan yang mendalam untuk menyerap informasi yang diberikan guru .Menolak adalah suatu tindakan siswa yang dikarenakan ia sudah mengerti dan paham betul pelajaran yang diajarkan guru.Timbul rasa kesepelean terhadap pengajaran yang dianngap siswa sudah pernah ia pelajari dan mengerti.
  Penilaian siswa dapat ditunjukkan dalam suatu sikap maupun apresiasi.Siswa akan menunjukkan sikap kepercayaan terhadap pengajaran guru.Timbul rasa apapun yang disampaikan guru merupakan sumber informasi yang penting dan berguna.Sedangkan apresiasi adalah menunjukkan suatu keaktifan.Jika ada suatu masalah, siswa tersebut mampu menggambarkan ,menerangkan mengajak maupun lainnya sebagai bentuk hasil pemikirannya untuk menilai objek permasalahan.Jika siswa sudah mampu menunjukkan atau memberi penilaian maka tujuan dari afektif sudah mulai berjalan kar6ena mereka sudah mampu menggunakan daya pikir dan imajinernya untuk menanggapi suatu permasalahan.Lebih dari itu kemampuan penilaian merupakan suatu bentuk keahlian pengambilan sikap terhadap permasalahan yang menunjukkan keluasan pemahaman siswa.
  Banjyak siswa takut/enggan memberikan penilaian terhadap pelajaran.Ada rasa takut atau kesalahan dari pernyataan yang akan dia keluarkan.Untuk membangkitkan rasa keberanian siswa.Guru juga dapat memberikan nilai plus terhadap apa dan siapa yang mampu memberikan penilaian.Secara keseluruhan siswa harus dapat mengapresiasikan hasil pemikirannya didepan umum baik salah maupun benar hal tersebut menjadi nilai tambah atas keberanian siswa.Guru tak henti-hentinya memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi aktif.

   4.Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah suatu wujud kekreatifitasan seorang siswa dalam proses berpikir dalm memahami pokok pembahasan.Dalam hal ini siswa mampu mengelompokkan pelajaran-pelajaran dalam suatu pembagian yang sederhana untuk dipahami.Pada tingkatan ini tidak semua siswa mampu membuat suatu pengelompokan belajarnya karena sangat dituntut kemampuan yang ekstra terutama dalam membagi waktu agar sistematika belajar siswa dapat teratur.Membagi waktu dalam belajar sangatlah penting.Sebab pengaturan jadwalnya dapat mempengaruhi kesehatan dan daya konsentrasi.Semakin tinggi intelegensi seseorang dan janjang pendidikannya maka akan semakin baik dalam membagi waktu.Jika siswa dapat membagi waktunya dengan baik maka dapat dipastikan seluruh tugas dan pekerjaannya dapat terselesaikan.
   Pengorganisasian merupakan kemampuan untuk membentuk suatu system nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang diresponnya.Artinya adalah siswa dapat menggunakan pola pikirnya,Setelah proses pengorganisasian siswa akan berusaha mempertanggungjawabkan hasil perbuatannya dengan lebih mendalami untuk memahami pokok-pokok pelajaran.
   Sebagai seorang guru harus mampu menciptakan daya pikir siswa untuk mampu mengorganisasikan pelajaran.Caranya yaitu dengan memberikan tugas antara lain;
-Tugas yang bersifat mencari perbedaan
-Tugas yang jawabannya bersifat acak dll.

     5.Karakterisasi
Karakterisasi adalah sifrat atau ciri khas seseorang.Setiap orang memiliki karakter yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.Bahkan orang kembarpun tetap memiliki perbedaan hal ini menandakan tak ada seoranpun yang sama.Begitu juga cara pemahaman,tingkat intelegensi,minat belajar,dan lain sdebagainya.Ada siswa yang mudah memahami disertai gambar animasi,mendengar musik atau dengan cara konsenterasi yang tinggi.Begitu juga tingkat intelegensi,ada siswa yang mudah memahami pelajaran dengan sekali penjelasan atau baru dapat memahami setelah berulang-ulang kali dibaca.
  Karakterisasi merupakan kemampuan mengkonseptualisasikan nilai dengan cara tersendiri untuk membuat pertimbangan baik buruknya suatu permasalahan untuk dicarikan jalan keluar yang tepat.Karakter4isasi merupakan tujuan pembelajaran aspek afektif tingkat terakhir.Pada tingkatan ini siswa diajak atau dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah dengan dapat memberikan solusi-solusi yang sederhana.
  Untuk dapat mengembangkan karakterisasi,guru dapat memberikan suatu pertanyaan tentang masalah kehidupan.Dari pertanyaan tersebut pasti ada jawaban yang pro dan kontra.Dengan hal tersebut suasana belajar dapat semakin hidup dan aktif.Pemahaman siswa yang luas dapat mempermudah pencapaian solusi terhadap masalah-masalah pelajaran ketika ia memberikan Argumen.

B. Tingkatan Ranah Afektif
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization.
        1. Tingkat receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
2. Tingkat responding
 Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
 3. Tingkat valuing
 Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
 4. Tingkat organization
 Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup. 5. Tingkat characterization Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

C. Karakteristik Ranah Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau idesebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes. Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.

1.    Sikap
     Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

2.    Minat
     Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam   pembelajaran,
        b. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
        c. pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
        d. menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
        e. mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
 g. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
h. bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
i. meningkatkan motivasi belajar peserta didik.



3.    Konsep Diri
      Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.

      Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
     • Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
     • Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
     • Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
     • Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
     • Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui      standar input peserta didik.
     • Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
          • Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
          • Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
          • Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
           • Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
           • Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
     • Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
     • Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
     • Peserta didik mampu menilai dirinya.
     • Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
     • Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.

4.      Nilai
      Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan,   tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu. Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.

5.      Moral
      Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

Ranah afektif lain yang penting adalah:
Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
• Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.







BAB III
KESIMPULAN

     Tujuan pembelajaran aspek afektif adalah memperdayakan cara berpikir siswa dalam belajar.Dimulai dari cara siswa menerima pelajaran dilanjutkan dengan meresponnya, menilai, diteruskan untuk mengorganisasikan dan yang terakhir adalah karakterisasi.Siswa diajak untuk dapat mengembangkan dirinya kearah yang lebih maju selain itu siswa secara tidak langsung dituntut agar dapat menyelesaikan masalah dengan didahulukan berpikir secara matang,agar memperkecil peluang kesalahan.Untuk mewujudkan tujuan Aspek Afektif,guru harus dapat memberikan cara pengajaran yang kreatif dan inofatif agar siswa-siswanya tidak merasa bosan.Guru merupakan salah satu factor yang mewujudkan tujuan pembelajaran dari suatu pelajaran.
    































DAFTAR PUSTAKA
       
Moejiono, Moh. Dimyati. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Medan : IKIP Medan.

Allen, Mary. Yen., & Yen, Wendy. M. (1979). Introduction measurement theory. Berkeley, California: Brooks/Cole Publishing Company.

Andersen, Lorin. W. (1981). Assessing affective characteristic in the schools. Boston: Allyn and Bacon.

Gable, Robert. K. (1986). Instrument development in the affective domain. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing.

Mueller, D. J. (1986). Measuring social attitudes. New York: Teachers College, Columbia University.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Robinson, John. P., & Shaver, Philip. R. (1980). Measures of social psychological attitudes. Michigan: The Institute of Social Research.

Sax, Gilbert. (1980). Principles of educational and psychological measurement and evaluation. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Straughan, R. (1989). Belief, behaviour, and education. London: Biddles Ltd. Guilfordand King’s Lynn.

Thorndike, Robert, L., & Hagen, Elizabeth. P. (1977). Measurement and evaluation in psychology and education. New York: John Wiley & Sons

Traub, Ross. E. (1994). Reliability for the social sciences. London: Sage Publications
    

   
                   
               

TUGAS TAFSIRAN ROBY



.      Pendahuluan

a.      Nats : Keluaran 6 : 1 - 6

Ayat 1 , Sslanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa : “Akulah Tuhan.
Ayat 2 ,Aku telah menampakan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Maha kuasa, Tetapi dengan nama-Ku Tuhan, Aku belum menyatakan diri.
Ayat 3 , Bukan saja Aku mengandalkan perjanjian-Ku dengan mereka memberikan tinggal sebagai orang asing,
Ayat 4 , Tetapi Aku  sudah mendengar juga orang – orang Israel yang telah diperbudak bangsa mesir, dan Aku ingat kepada perjanjian-Ku.
Ayat 5 ,  sebab itu katakanlah kepada orang Israel: Akulah Tuhan , Aku akan membebaskan kamu dari kerja paksa orang Mesir, melepaskan kamu dari perbudakan mereka dengan menebus kamu dengan tangan teracung dan dengan Hukuman – hukuman berat.
Ayat  6 , Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku akan mejadi Allahmu, supaya kamu mengetahui, Akulah, Tuhan, Allahmu, yang membebaskan kamu darikerja paksa orang Mesir
b.      Penulis dan Waktu Nats
Penulis kitab Keluaran adalah Musa, dan penulis nats Kel 6 :1-6 adalah Musa sendiri. Waktu penulisan kitan Keluaran ini adalah 1445-1405 SM, dan waktu penulisan keluaran 1:15 adalah pada pertengahan abad ke 13 kurang lebih 1250 SM.
c.       Tujuan/Maksud
Tujuan pasal 6:1-6 adalah menyatakan bahwa pengutusan Musa ke Mesir untuk membebaskan orang Israel. Dimana Tuhan selalu menyertai umat-Nya ini yang telah dijadikan-Nya sebagai umat pilihan-Nya sendiri.

2.      Konteks Penulisan, Nats dan Pembagian Nats
a.       Konteks Penulisan (Latar belakang)
·         Politis
Pada zaman pemerintahan raja Firaun di Mesir, orang Israel diperbudak dan ditindas. Musa sebangai nabi pilihan Allah, diutus ke Mesir untuk membebaskan bangsa Israel tersebut.
·         Agama/Kepercanyaan
Musa dan bangsa hanya percanya kepada Allah yang hidup yaitu Yahwe yang menjadikan bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah, sedangkan orang mesir hanya percanya kepada dewa-dewa.
b.      Konteks Nats
·         Konteks Sebelumnya
Dengan memeperhatikan pasal 6:1-6 berada dalam perikop oleh LAI yang mengungkap tentang pengutusan Musa dan menpunyai hubungan dengan Kel 5 :1-24.
·         Konteks Sesudah
Sebagaimana telah diungkapkan pada konteks sebelimnya, dimana ayat 1-6 yang mengungkapkan tentang pengutusan Musa yang mulai dari ayat 1-12. Dimana dalam ayat 7 menyatakan perjanjian tuhan dengan Musa, dan pada ayat 8-12 menyatakan perintah Tuhan kepada Musa dan Harun, untuk membawa orang Israel keluar dari Mesir. Oleh sebab itu Kel 6:1-6 berhubungan langsung dengan ayat 7-12.
c.       Pembagian Nats
Ø  Perintah Allah kepada Musa ( ayat 1-5)
Ø  Janji Allah kepada Musa (ayat 6)
3.      Tafsiran
1.      Perintah Allah kepada Musa (ayat 1-5)
Ayat 1, “selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa “Akulah TUHAN”. Dalam ayat ini ada kata “berfirmanlah” (Ibr. Davar) yang merupakan suatu “pernyataan” dan “pengilhaman”. Dan ungkapan “berfirmanlah” dalam PL untuk menunjukkan kuasa Allah yang agung dan tertinggi.
Sedangkan kata “Allah” (Ibr.Elohim) nama jenis atau berati Allah. Elohim terkang dipakai pada allah paslu atau berhala. Kata “Musa” (Ibr.Musye), Musa terkenal sebagai utusan Allah dan pemimpin Israel yang tidak ada bandingannya. Musa adalah seorang nabi pilihan Tuhan, yang memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dan seterusnya sampai perbatasan tanah Kanaan. Dikatakan “Akulah TUHAN” (Ibr. Anyi Yahwe) nama yang paling baik dari Allah Israel, nama sebagai menepati perjanjian, khususnya yang berpusant pada penebusan (bd.ayat Kel 6:5). “Aku adalah Aku” yang mempunyai makna bahwa Tuhan yang berjanji membebasakan mereka adalah Tuhan yang sudah menyatakan Diri-Nya kepada nenek moyang mereka. “Akulah TUHAN” adalah jaminan kepastian penggenapan janji Allah kepada umat-Nya.
Ayat 2, “Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak, dan Yakub sebagai Allah yang Maha kuasa”. Kata ‘ Aku telah menampakan diri” ( Ibr.niphal, wa era ) disini mengungkapkan  bahwa naska ibrani berkali-kali berbicara tentang Allah yang membuat diri-Nya tampak dan sungguh-sungguh kelihatan ( naskah aslinya : “ Allah menampakkanya “, sedangkan terjemahan LAI : “Allah akan menyediakan anak domba” dan LAI mengikuti sejumlah terjemahan Gerejawi kuno). Jadi ini tentang suatu pengalaman riil yang terasa oleh panca indera, bukan suatu” pengalaman rohani” saja. Adakala dikatakan bahwa Allah “ menampakan diri” lalu berfirman kepada para bapa leluhur, tetapi dengan cara bagaimana ia tampak tidak dijelaskan sama sekali. 1Boleh jadi Allah menampakkan diri pada malam hari sehingga kelihatan kepada manusia yang sedang tidur dan bermimpi. Lain kalli Allah dikatakan “ menampakkan diri” dengan memakai rupa seorang laki – laki. Para bapa leluhur itu tidak menyadari siapa yang dihadapin-nya, dan barulah menjelang akhir cerita itu menjadi jelas bahwa mereka telah mendapat kunjungan malaikat Tuhan atau malahan dari Tuhan sendiri. Terkadang para bapa leluhur itu tidak melihat apa – namun melihat merasakan kehadiran Allah sebab suara-Nya terdengar  oleh mereka.
Sesudah itu dilanjutkan dengan kata “ Allah yang maha kuasa “ (ibr. El syaddai ),yang mempunyai pengertian sanggup melakukan apa saja yang mau dilakukan-Nya karena kehendak-Nya itu dibatasi oleh wataknya maka Tuhan dapat melakukan segala sesuatu sesuai dengan kesempurnaannya. Ada hal – hal yang tidak dapat dilakukan oleh Allah karena bertentangan dengan wataknya. Allah tidak mungkin menyenangi kejahatan , menyangkal diri-Nya , berdusta untuk berbuat dosa. Selanjutnya Allah tidak bisa melakukan hal – hal yang tidakmasuk akal atau yang bertentangan dengan hakikat dirinya.Kata “Aku belum menyatakan diri” ( Ibr , noda ti ) . ayat 3 : ayat ini diawali dengan “perjanjian “ ( ibr Berit ) yang digunakan utuk lembaga hukum yang melibatkan dua pihak. Allah memilih Abraham untuk mengikat suatu perjajian itu berarti bahwa ia menciptakan suatu nisbah dan persekutuan yang bersifat hukum, yakni suatu perhubungan yang tidak hanya berdasarkan atas pengasihan atau persahabatan yang sewaktu – waktu dapat berubah Allah mengikat perjajian dengan Abraham digunung Sinai, yang merupakan puncak jati diri umat Israel sebagai umat Tuhan, yang isi perjajian itu tentang tanah keturunan. Ayat 4 :  Kata “mendengar” ( Ibr. Hisymia) dan “orang Mesir” ( ibr. Metsri) yang mengungkapkan jeritan orang Israel ditanah Mesir .ayat 5 : kata “ Akulah TUHAN “ ( Ibr. Anyi Yahwe) Aku akan membebaskan ( ibr. Ya sya), Tuhan sendiri yang membebaskan umat-Nya umat Israel diikut sertakan dalam perbuatanya, digerakkan sehingga dengan suka rela berbuat menurut perintahnya,yakni menaruh percaya kepada-Nya, bersiap – siap untuk berangkat, mempersembahkan seekor domba dari miliknya sendiri. Kata “Hukuman” ( ibr. Musar ) mempunyai arti kesakitan dan kerugian yang secara langsung dijatuhi oleh